Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah
1. Faktor subyektif
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
Faktor Subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KHA. Dahlan terhadap Al Qur'an dalam menelaah, membahas dan meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KHA. Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA. Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 :
"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung ".
Memahami seruan diatas, KHA. Dahlan tergerak hatinya untuk membangan sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada melaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita.
2. Faktor Obyektif
Ada beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.
Faktor obyektif yang bersifat internala. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia
b. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”
Faktor obyektif yang bersifat eksternala. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia
b. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesia
c. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.
A. Riwayat Hidup K.H. Ahmad Dahlan
Ahmad
Dahlan lahir di Kauman Yogyakarta pada tahun 1868 dan meninggal pada
tanggal 1923 M. Sewaktu kecil ia diberi nama Muhammad Darwis. Ia berasal
dari keluarga yang terkenal ‘alim dalam ilmu agama. Ayahnya bernama
K.H. Abu Bakar, seorang imam dan khatib masjid besar Kraton Yogyakarta.
Sementara ibunya bernama Siti Aminah putri K.H. Ibrahim yang pernah
menjabat sebagai penghulu di Kraton Yogyakarta.[3]
Sejak
kecil Ahmad Dahlan dididik oleh ayahnya K.H. Abu Bakar seorang imam dan
khatib masjid besar Kraton Yogyakarta. Menurut Ramayulis dan Samsul
Nizar pendidikan dasarnya dimulai dengan belajar membaca dan menulis,
mengaji Al-Qur an dan kitab-kitab agama. Kemudian, beliau juga belajar
dengan K.H. Muhammad Saleh (ilmu Fiqh), K.H. Muhsin (ilmu Nahwu), KH. R.
Dahlan (ilmu falak), K.H. Mahfuz dan Syekh Khayyat Sattokh (ilmu
hadis), Syekh Amin dan Sayyid Bakri (qiraat al-Qur an) serta beberapa
guru lainnya.
Selanjutnya
Ramayulis dan Samsul Nizar mengungkapkan, setelah beberapa tahun
belajar dengan gurunya beliau berangkat ke tanah suci pada tahun 1890
dan bermukim di sana selama setahun. Merasa tidak puas dengan
kunjungannya itu, pada tahun 1903 ia berangkat kembali dan menetap di
sana selama dua tahun. Selama berada di Mekkah ini ia banyak bertemu dan
bermuzakarah dengan sejumlah ulama Indonesia yang bermukim disana, di
antaranya Syekh Muhammad Khatib Al-Minangakabawi, Kiyai Nawawi
al-Banteni, Kiyai Mas Abdullah dan Kiyai Fakih Kembang. Pada saat itu
pula ia mulai berkenalan dengan ide-ide pembaharuan yang dilakukan
melalui penganalisaan kitab-kitab yang dikarang oleh refomer Islam
seperti Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Muhammad Abduh, Rasyid
Ridha dan lain sebagainya. Melalui penganalisaan kitab-kitab yang
dikarang oleh ulama reformer tersebut telah membuka wawasan Dahlan
tentang universalitas Islam. Ide-ide reinterpretasi Islam dengan gagasan
kembali kepada Al-Qur an dan Sunnah.
Ide
pembaharuan yang berhembus di Timur Tengah sangat menggelitik hatinya,
apalagi bila melihat kondisi umat Islam di Indonesia yang sngat stagnan.
Untuk itu, atas saran beberapa orang murid dan anggota Budi Utomo, maka
Dahlan merasa perlu merealisasikan ide-ide pembaharuannya. Untuk itu,
pada tanggal 18 November 1912 beliau mendirikan organisasi Muhammadiyah
di Yogyakarta. Di samping Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan juga
mendirikan organisasi wanita yaitu ’Aisyiyah pada tahun 1917. Organisasi
ini merupakan wadah untuk kegiatan perempuan dalam memahami, menghayati
dan mengamalkan ajaran Islam secara murni dan konsekwen. Berdirinya
organisasi ini diawali dengan sejumlah pengajaran yang dilakukan oleh
Ahmad Dahlan mengenai perintah agama. Kursus tersebut diadakan dalam
perkumpulan ”Sopo Tresno” pada tahun 1914. Perkumpulan inilah nanti yang
berganti nama dengan ’Aisyiyah.
Secara
garis besar ada dua faktor yang mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah,
faktor subjektif yaitu ingin melaksanakan hasil pemahaman K.H.Ahmad
Dahlan terhadap frrman Allah surat An-Nisa’ ayat 82 dan surat Muhammad
ayat 24 serta surat Ali Imran ayat 104. Faktor objektif yang bersifat
internal dan eksternal. Faktor objektif internal yaitu kondisi kehidupan
masyarakat Indonesia antara lain; ketidakmurnian pengamalan Islam
akibat tidak dijadikan Al-Qur an dan as-Sunnah sebagai satu-satunya
rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Kemudian, lembaga
pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang
siap mengemban misi selaku Khalifah Allah di atas bumi. . Karena itu,
Muhammadiyah menitik beratkan gerakannya kepada sosial keagamaan dan
pendidikan.
Adapun
faktor objektif yang bersifat eksternal antara lain, semakin
meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia,
dan penetrasi bangsa-bangsa Eropah, terutama bangsa Belanda ke
Indonesia.
Di
samping itu, politik kolonialis Belanda mempunyai kepentingan terhadap
penyebaran agama Kristen di Indonesia. Dengan program ini akan didapat
nilai ganda yaitu di samping bernilai keagamaan dalam arti telah dapat
menyelamatkan domba-domba yang hilang, juga bernilai politis, karena
betapa eratnya hubungan agama (Kristen) dengan pemerintahan (Hindia
Belanda) setelah penduduk bumi putra masuk Kristen akan menjadi
warga-warga yang loyal lahir dan batin bagi pemerintah.
K.H.
Sahlan Rosidi secara rinci menyebutkan faktor-faktor yang mendorong
K.H.Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah, ialah: taklid yang
begitu membudaya dalam masyarakat Islam, khurafat dan syirik telah
bercampur dengan akidah, sehingga kemurnian akidah sudah tidak tampak
lagi, bid’ah yang terdapat pada pengamalan ibadah, kejumudan berfikir
dan kebodohan umat, sistem pendidikan yang sudah tidak relevan,
timbulnya kelas elit intelek yang bersikap sinis terhadap Islam dan
orang Islam, rasa rendah diri di kalangan umat Islam, tidak ada program
perjuangan umat Islam yang teratur dan terencana khususnya dalam
pelaksanaan dakwah Islam, tidak ada persatuan umat Islam, kemiskinan
umat bila dibiarkan akan membahayakan karena mudah dirongrong oleh
golongan kafir yang kuat ekonominya, politik kolonialisme Belanda yang
menekan dan menghambat hidup dan kehidupan umat Islam di Indonesia,
politik kolonialisme Belanda menunjang kristenisasi di Indonesia.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dan dorongan orang-orang Budi Utomo
dan Syekh Ahmad Syurkati K.H.Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh
murid-muridnya, mendirikan organisasi yang diberi nama Muhammadiyah.
Menurut catatan Alfian, ada sembilan orang tokoh pendiri Muhammadiyah
yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden Ketib Cendana Haji
Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani, H.
Anis, dan H. Muhammad Fakih.
Organisasi
Muhammadiyah sampai tahun 1917 belum membuat pembagian kerja yang
jelas. Hal ini disebabkan wilayah kerjanya hanya Yogyakarta saja. Dalam
kurun ini K.H. Ahmad Dahlan sendiri aktif berdakwah, mengajar di sekolah
Muhammadiyah dan memberikan bimbingan kepada masyarakat seperti shalat
dan bantuan kepada fakir miskin
Kemudian,
pada tahun-tahun berikut, Muhammadiyah mengembangkan sayap operasi,
bahkan pada tahun 1921 telah meliputi seluruh Indonesia, Cabang utama
dan pertama yang berdiri di luar pulau Jawa adalah Minangkabau sekitar
tahun 1923, Bengkulu, Banjarmasin dan Amuntai sekitar tahun 1927 dan
Aceh bersamaan dengan Makasar sekitar tahun 1929.
Dalam
melaksanakan roda organisasi K.H. Ahmad Dahlan tidak bekerja sendirian,
ia dibantu oleh kawan-kawannya dari Kauman, seperti H. Sijak, H.
Fakhruddin, H. Tamim, H. Syarkawi, dan H. Abdul Gani. Sedangkan anggota
Budi Utomo yang keras mendukung segera mendirikan sekolah agama yang
bersifat moderen adalah Mas Rasyidi dan R. Sosrosugondo. Kemudian,
setelah organisasi Muhammadiyah didirikan dan melaksanakan amal usahanya
di bidang pendidikan, dan sosial sampai tahun meninggalnya K.H. Ahmad
Dahlan yaitu tanggal 23 Februari 1923.
3. Sejarah Muhammadiyah
Muhammadiyah
didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian
dikenal dengan K.H.AAhmad Dahlan .
Beliau
adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan
sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam
keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran
Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu
beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula
ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya
mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai
pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat
ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah
dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada
diseluruh pelosok tanah air.
Disamping
memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga
memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang
disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak
laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah
dewasa.
KH
A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana
saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada
rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang
kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu
sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang
di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat
ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
4. Profil Muhammadiyah dan Data Persyarikatan
Nama Organisasi
|
:
|
Muhammadiyah
|
Berdiri
|
:
|
18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H
|
Pendiri
|
:
|
K.H. Ahmad Dahlan
|
Ketua Umum (2010-2015)
|
:
|
Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
|
Lokasi Awal Berdiri
|
:
|
Kampung Kauman, Yogyakarta
|
Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah
|
:
|
Yogyakarta:
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62 274 553132 Fax.(+62 274 553137
Website: www.muhammadiyah.or.id
E-mail : pp_muhammadiyah@yahoo.com
Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62 21 3903021 Fax. +62 21 3903024
Website: www.muhammadiyah.or.id
Email : pp_muhammadiyah@yahoo.com
|
Jaringan Muhammadiyah
1. Pimmpinan Wilayah (PWM)
2. Pimpinan Daerah (PDM)
3. Pimpinan Cabang (PCM)
4. Pimpinan Ranting (PRM)
|
:
:
:
:
|
33 Wilayah (Propinsi)
417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3.221 Cabang (Kecamatan)
8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
|
Majelis-Majelis
|
:
|
1. Majelis Tarjih dan Tadjid
2. Majelis Tabligh
3. Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4. Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU)
5. Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6. Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8. Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9. Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10. Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11. Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
12. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
13. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
|
Lembaga-Lembaga
|
:
|
1. Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
2. Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3. Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6. Lembaga Penanganan Bencana
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
|
Organisasi Otonom
|
:
|
1. Aisyiyah
2. Pemud Muhammadiyah
3. Nasyiyatul Aisyiyah
4. Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6. Hizbul Wathan
7. Tapak Suci
|
Muktamar Muhammadiyah (1912 – 2010)
|
:
| |
Jumlah Ketua Umum (1912 – 2010)
|
:
|
5. Data Amal Usaha Muhammadiyah
No
|
Jenis Amal Usaha
|
Jumlah
|
1
|
Sekolah Dasar (SD)
|
1.176
|
2
|
Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD)
|
1.428
|
3
|
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
|
1.188
|
4
|
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
|
534
|
5
|
Sekolah Menengah Atas (SMA)
|
515
|
6
|
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
|
278
|
7
|
Madrasah Aliyah (MA)
|
172
|
8
|
Pondok Pesantren
|
67
|
9
|
Akademi
|
19
|
10
|
Politeknik
|
4
|
11
|
Sekolah Tinggi
|
88
|
12
|
Universitas
|
40
|
Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah
|
151
| |
13
|
Perguruan Tinggi Aisyiyah
|
11
|
14
|
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
|
457
|
15
|
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
|
318
|
16
|
Panti jompo *
|
54
|
17
|
Rehabilitasi Cacat *
|
82
|
18
|
TK Aisyiyah Bustanul Athfal *
|
2.289
|
19
|
Sekolah Luar Biasa (SLB) *
|
71
|
20
|
Masjid *
|
6.118
|
21
|
Musholla *
|
5.080
|
22
|
Tanah *
|
20.945.504 M²
|
6. Ciri Khas
Nama Organisasi
|
:
|
Muhammadiyah
|
Lambang Organisasi
|
:
|
Bentuk Lambang
Lambang
persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan duabelas sinar yang
mengarah ke segala penjuru dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya.
Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab :
Muhammadiyah. Pada lingkaran yang mengelilingi tulisan huruf Arab
berwujud kalimat syahadat tauhid : asyhadu anal ila,ha illa Allah (saya
bersaksi bahwasannya tidak ada Tuhan kecuali Allah); di lingkaran
sebelah atas dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat
Rasul : wa asyhadu anna Muhammaddar Rasulullah (dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh Gambar matahari dengan atributnya
berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
Arti Lambang
Matahari
merupakan titik pusat dalam tata surya dan merupakan sumber kekuatan
semua makhluk hidup yang ada di bumi. Jika matahari menjadi kekuatan
cikal bakal biologis, Muhammadiyah diharapkan dapat menjadi sumber
kekuatan spiritual dengan nilai-nilai Islam yang berintikan dua kalimat
syahadat.
Duabelas
sinar matahari yang memancar ke seluruh penjuru diibaratkan sebagai
tekad dan semagat warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam,
semangat yang pantang mundur dan pantang menyerah seperti kaum Hawari
(sahabat nabi Isa yang berjumlah 12)
Warna Putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan
Warna Hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan dan kesejahteraan.
|
Warna Organisasi
|
:
|
Hijau Daun
|
Lagu
|
:
|
Mars Sang Surya
|
7. Ciri Perjuangan Muhammadiyah
Dengan
melihat sejarah pertumbuhan dan perkembangan persyarikatan Muhammadiyah
sejak kelahirannya, memperhatikan faktor-faktor yang melatarbelakangi
berdirinya, aspirasi, motif, dan cita-citanya serta amal usaha dan
gerakannya, nyata sekali bahwa didalammya terdapat ciri-ciri khusus yang
menjadi identitas dari hakikat atau jati diri Persyarikatan
Muhammadiyah. Secara jelas dapat diamati dengan mudah oleh siapapun yang
secara sepintas mau memperhatikan ciri-ciri perjuangan Muhammdiyah itu
adalah sebagai berikut:
1. Muhammadiyah adalah gerakan Islam
2. Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar
3. Muhammadiyah adalah gerakan tajdid
A. Muhammdiyah sebagai Gerakan Islam
Telah
diuraikan dalam bab terdahulu bahwa Persyarikatan Muhammadiyah dibangun
oleh KH Ahmad Dahlan sebagi hasil kongkrit dari telaah dan pendalaman
(tadabbur) terhadap Alquranul Karim. Faktor inilah yang sebenarnya
paling utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah, sedang
faktor-faktor lainnya dapat dikatakan sebagai faktor penunjang atau
faktor perangsang semata. Dengan ketelitiannya yang sangat memadai pada
setiap mengkaji ayat-ayat Alquran, khususnya ketika menelaah surat Ali
Imran, ayat:104, maka akhirnya dilahirkan amalan kongkret, yaitu
lahirnya Persyarikatan Muhammadiyah. Kajian serupa ini telah
dikembangkan sehingga dari hasil kajian ayat-ayat tersebut oleh KHR
Hadjid dinamakan “Ajaran KH Ahmad Dahlan dengan kelompok 17, kelompok
ayat-ayat Alquran”, yang didalammya tergambar secara jelas asal-usul
ruh, jiwa, nafas, semangat Muhammadiyah dalam pengabdiyannya kepada
Allah SWT.
Dari
latar belakang berdirinya Muhammadiyah seperti di atas jelaslah bahwa
sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami,
dimotivasi, dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al-Qur’an karena itupula
seluruh gerakannya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk
merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Segala yang dilakukan
Muhammadiyah, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
kemasyarakatan, kerumahtanggaan, perekonomian, dan sebagainya tidak
dapat dilepaskan dari usaha untuk mewujudkan dan melaksankan ajaran
Islam. Tegasnya gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan
wajah Islam dalam wujud yang riil, kongkret, dan nyata, yang dapat
dihayati, dirasakan, dan dinikmati oleh umat sebagai rahmatan lil’alamin.
B. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah Islam
Ciri
kedua dari gerakan Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah
Islamiyah. Ciri yang kedua ini muncul sejak dari kelahirannya dan tetap
melekat tidak terpisahkan dalam jati diri Muahammadiyah. Sebagaimana
telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa faktor utama yang mendorong
berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah berasal dari pendalaman KHA Dahlan
terdapat ayat-ayat Alquran Alkarim, terutama sekali surat Ali Imran,
Ayat:104. Berdasarkan Surat Ali Imran, ayat : 104 inilah Muhammadiyah
meletakkan khittah atau strategi dasar perjuangannya, yaitu dakwah
(menyeru, mengajak) Islam, amar ma’ruf nahi munkar dengan masyarakat
sebagai medan juangnya. Gerakan Muhammadiyah berkiprah di tengah-tengah
masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai ragam amal usaha
yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak seperti berbagai
ragam lembaga pendidikan sejak taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti-panti asuhan dan
sebagainya. Semua amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain
merupakan suatu manifestasi dakwah islamiyah. Semua amal usaha diadakan
dengan niat dan tujuan tunggal, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana
dakwah Islamiyah.
C. Muhammadiyah sebagi Gerakan Tajdid
Ciri
ke tiga yang melekat pada Persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai
Gerakan Tajdid atau Gerakan Reformasi. Muhammadiyah sejak semula
menempatkan diri sebagai salah satu organisasi yang berkhidmat
menyebarluaskan ajaran Agama Islam sebagaimana yang tercantum dalam
Alquran dan Assunah, sekaligus memebersihkan berbagai amalan umat yang
terang-trangan menyimpang dari ajaran Islam, baik berupa khurafat,
syirik, maupun bid’ah lewat gerakan dakwah. Muhammadiyah sebagai salah
satu mata rantai dari gerakan tajdid yang diawali oleh ulama besar Ibnu
Taimiyah sudah barang tentu ada kesamaaan nafas, yaitu memerangi secara
total berbagai penyimpangan ajaran Islam seperti syirik, khurafat,
bid’ah dan tajdid, sbab semua itu merupakan benalu yang dapat merusak
akidah dan ibadah seseorang.
Sifat
Tajdid yang dikenakan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya
sebatas pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran
yang menempel pada tubuhnya, melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah
melakukan berbagai pembaharuan cara-cara pelaksanaan Islam dalam
kehidupan bermasyarakat, semacam memperbaharui cara penyelenggaraan
pendidikan, cara penyantunan terhadap fakir miskin dan anak yatim, cara
pengelolaan zakat fitrah dan zakat harta benda, cara pengelolaan rumah
sakit, pelaksanaan sholat Id dan pelaksanaan kurba dan sebagainya.
Untuk
membedakan antara keduanya maka tajdid dalam pengertian pemurnian dapat
disebut purifikasi (purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat
disebut reformasi (reformation). Dalam hubungan dengan salah satu ciri
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid, maka Muhammadiyah dapat dinyatakan
sebagai Gerakan Purifikasi dan Gerakan Reformasi.
D. ORGANISASI MUHAMMADIYAH
§ Pimpinan Pusat
§ Pimpinaan Wilayah
§ Pimpinaan Daerah
§ Pimpinan Cabang
§ Pimpinan Ranting
§ Jama'ah Muhammadiyah
§ Majelis
§ Majelis Tarjih dan Tajdid
§ Majelis Tabligh
§ Majelis Pendidikan Tinggi
§ Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
§ Majelis Pendidikan Kader
§ Majelis Pelayanan Sosial
§ Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan
§ Majelis Pemberdayaan Masyarakat
§ Majelis Pembina Kesehatan Umum
§ Majelis Pustaka dan Informasi
§ Majelis Lingkungan Hidup
§ Majelis Hukum Dan Hak Asasi Manusia
§ Majelis Wakaf dan Kehartabendaan
§ Lembaga
§ Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
§ Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan
§ Lembaga Penelitian dan Pengembangan
§ Lembaga Penanganan Bencana
§ Lembaga Zakat Infaq dan Shodaqqoh
§ Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
§ Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
§ Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
§ Aisyiyah
§ Pemuda Muhammadiyah
§ Nasyiyatul Aisyiyah
§ Ikatan Pelajar Muhammadiyah
§ Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
§ Hizbul Wathan
§ Tapak Suci
E. Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
1.
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam dan Dakwah Amar Ma'ruf Nahi Munkar,
beraqidah Islam dan bersumber pada Al-Qur'an dan Sunnah, bercita-cita
dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat utama, adil, makmur yang
diridhai Allah SWT, untuk malaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai
hamba dan khalifah Allah di muka bumi.
2.
Muhammdiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan
kepada Rasul-Nya, sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan
seterusnya sampai kepada Nabi penutup Muhammad SAW, sebagai hidayah dan
rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materil dan spritual, duniawi dan ukhrawi.
3. Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan:
a. Al-Qur'an: Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW;
b.
Sunnah Rasul: Penjelasan dan palaksanaan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang
diberikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan menggunakan akal fikiran sesuai
dengan jiwa ajaran Islam.
4. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya ajaran-ajaran Islam yang meliputi bidang-bidang:
a. 'Aqidah
5.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih
dari gejala-gejala kemusyrikan, bid'ah dan khufarat, tanpa mengabaikan
prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
a. Akhlak
6.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlak mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-Qur'an dan Sunnah rasul, tidak
bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia
a. Ibadah
7.
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ibadah yang dituntunkan oleh
Rasulullah SAW, tanpa tambahan dan perubahan dari manusia.
a. Mu’amalah Duniawiyah
8.
Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu'amalat duniawiyah
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran
Agama serta menjadi semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ibadah
kepada Allah SWT.
9.
Muhammadiyah mengajak segenap lapisan bangsa Indonesia yang telah
mendapat karunia Allah berupa tanah air yang mempunyai sumber-sumber
kekayaan, kemerdekaan bangsa dan Negara Republik Indonesia yang berdasar
pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, untuk berusaha
bersama-sama menjadikan suatu negara yang adil dan makmur dan diridhoi
Allah SWT:
F. K.H. Ahmad Dahlan sebagai tokoh Pendiri Muhammadiyah; Pemikiran serta ita-cita Perjuangan dan Ajarannya
Ahmad
Dahlan adalah seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan
sehari-harinya. Ada sebuah nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab
untuk dirinya sendiri:
“Wahai
Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa
yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin
engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan
binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah
engkau berada seorang diri bersama Allah, sedangkan engkau menghadapi
kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari sekalian yang
engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan
tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
Dari
pesan itu tersirat sebuah semangat dan keyakinan yang besar tentang
kehidupan akhirat. Dan untuk mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka
Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus mencari bekal untuk kehidupan
akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan
membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.
Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang
baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya
tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui
upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran
seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran
ummat Islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa
bertanggung jawab untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka.
Dahlan sadar bahwa kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang
diri, tetapi harus dilaksanakan oleh beberapa orang yang diatur secara
seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak mungkin tanpa
organisasi.
Untuk
membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, Dahlan
gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya
dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan
cita-citanya membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan
kesadaran akan ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di
Indonesia.
Strategi
yang dipilihnya untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja
(calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang
belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan
oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua sekolah
tersebut.
Dengan
mendidik para calon pamongpraja tersebut diharapkan akan dengan segera
memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang yang
mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian juga dengan
mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses
transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan
mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan
sekolah guru yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu’allimin
(Kweekschool Muhammadiyah) dan Madrasah Mu’allimat (Kweekschool Putri
Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan agama Islam dan tidak lupa menyebarkan
cita-cita pembaharuannya.
Di
samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang
mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Di samping itu, ia juga
dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan
berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang
cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai
seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai
gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan
dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat
mendapatkan tempat di organisasi Jam’iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat
Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
Gagasan
pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan
resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya.
Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia
dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada
yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada
tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu
baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No.
81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan
organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun
Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan,
Wonosari, Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri Cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka K.H. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar Cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain, misalnya Nurul Islam di Pekalongan,
Al-Munir di Makassar, dan di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di
Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari Cabang Muhammadiyah.
Di
dalam kota Yogyakarta sendiri, Ahmad Dahlan menganjurkan adanya jama’ah
dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan
Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jamaah-jamaah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awanu alal birri,
Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul
Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan
pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui
relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan
sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia.
Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk
menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin
berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7
Mei 1921 Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh
Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada
tanggal 2 September 1921.
Dalam
bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat
Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat
Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan
golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad
Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari
Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang
telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab
baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan.
Muhammadiyah
juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum
ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan
tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan argumentasi: “Muhammadiyah
berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam dari keadaan terbekelakang.
Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari
pada Qur’an dan Hadis. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis.
Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui
kitab-kitab tafsir”.
Sebagai
seorang demokrat dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk
proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama
hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah
diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun),
yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering (persidangan umum).
Atas
jasa-jasa K.H. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan
Presiden no. 657 tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai
berikut :
1.
K.H. Ahmad Dahlan telah memelopori kebangkitan ummat Islam untuk
menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.
2.
Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat,
dengan dasar iman dan Islam.
3.
Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial
dan pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan
bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
4.
Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah
mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan
berfungsi sosial, setingkat dengan kaum pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar